Jangan Cuma Cari Uang, Carilah Ketenangan

“Jangan Cuma Cari Uang, Carilah Ketenangan”

Suasana siang itu terasa hangat dan penuh tawa. Dalam program silaturahim yang sederhana, Bapak Erwan Barudi membuka majelis dengan salam dan doa, lalu membacakan sepotong ayat dari Al-Qur’an tentang penyesalan orang-orang kafir di akhirat.

“Dan seandainya engkau (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, mereka berkata: ‘Seandainya kami dikembalikan ke dunia, tentu kami tidak akan mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, dan kami akan menjadi orang-orang yang beriman.’”
(QS. Al-An’am: 27)

Dari ayat itu, beliau mengajak jamaah merenung: bahwa ketika nyawa sudah tak lagi di raga, penyesalan selalu datang terlambat. Ada dua keinginan besar manusia setelah mati — ingin bersedekah dan ingin kembali beriman. Tapi sayangnya, kesempatan itu sudah tertutup rapat.


Kehidupan yang Sibuk tapi Sering Lupa Arah

Dengan gaya khasnya yang humoris dan dekat dengan kehidupan sehari-hari, Bapak Erwan melanjutkan, “Umumnya manusia itu ya begitu… kalau masih hidup, keinginannya banyak. Pengen ganti mobil, pengen rumah lebih bagus. Tapi kalau sudah meninggal, sudah nggak ada lagi keinginan duniawi itu.”

Beliau mencontohkan dengan canda ringan tentang teman-teman yang sibuk urusan harta atau hobi. Ada yang rela berjam-jam mancing di Parangtritis, tapi berat melangkah ke pengajian.
Padahal, kata beliau, “Kenikmatan dunia itu banyak, tapi pengajian itu nikmatnya lebih utama.”

Beliau menegaskan, kesenangan dunia jangan sampai menipu kita. Game, pekerjaan, atau kesibukan apapun bisa jadi candu yang mengalahkan semangat kita untuk belajar Al-Qur’an.

“Sekali-sekali coba tengok, sudah sebulan belum buka mushaf Qur’an di rumah?” katanya menegur lembut.


Hidup Itu Bukan untuk Mengejar Dunia

“Urip iki ora kon golek duwit, ora kon golek bondo. Urip iku ujian,” begitu pesan beliau dengan logat Jawa yang akrab.
Hidup ini, lanjut beliau, adalah perjalanan ibadah. Kalau ingin hati tenang, bukan banyaknya harta yang dicari, tapi dekatnya hati kepada Allah.

Bapak Erwan juga menyinggung soal pekerjaan dan ekonomi. Beliau memahami kondisi banyak orang yang sedang “seret rezeki”, tapi justru di situlah letak keimanan diuji.

“Yang penting atimu tentrem, bojomu ora bengok-bengok, salatmu dijaga. Gaji kecil ora masalah, asal cukup dan berkah.”

Beliau mencontohkan beberapa karyawan yang meski bergaji pas-pasan, bisa hidup tanpa utang karena pandai bersyukur dan mengatur diri. “Kalau pendapatan kecil, ya pengeluaran juga harus kecil. Kalau nggak cukup, bukan karena takdirnya sempit, tapi karena keinginannya yang kebanyakan,” ujarnya sambil tersenyum.


Kembali ke Al-Qur’an dan Salat

Bapak Erwan berpesan dengan penuh kasih,

“Buka lagi hubunganmu dengan Al-Qur’an. Kalau di rumah belum punya mushaf dengan terjemahan, segera beli. Jangan cuma punya, tapi baca dan renungi.”

Beliau yakin, siapa pun yang mau dekat dengan Al-Qur’an akan diberi ketenangan luar biasa.
Dan kunci utama dari semua itu, katanya, sederhana: salat dan istiqamah dalam ibadah.

“Salatmu dijaga, Qur’anmu dibaca, kawanmu orang-orang beriman — itu cukup. Dunia boleh sibuk, tapi jangan sampai melupakan tujuan hidup: beribadah kepada Allah.”


Refleksi: Saat Dunia Menyesakkan, Ingatlah Allah yang Melapangkan

Dalam penutup ceramahnya, Bapak Erwan mengingatkan bahwa kebahagiaan sejati bukan datang dari banyaknya uang, tetapi dari hati yang merasa cukup dan selalu terhubung dengan Allah.
Beliau menutup dengan kalimat yang sederhana tapi dalam:

“Saya dulu kerja puluhan tahun. Nyari duit itu susah. Tapi kalau hati tentrem, salat terjaga, hidup rasanya ringan. Karena sejatinya, pekerjaan hanyalah sambilan — yang utama itu ibadah.”

Semoga kita semua bisa menjadi hamba yang pandai bersyukur, mencintai Al-Qur’an, dan menjadikan hidup ini bukan sekadar untuk dunia, tapi untuk bekal menuju akhirat.
Aamiin ya Rabbal ‘alamin.


✍️ Narasumber: Bapak Erwan Barudi
📰 Editor/Kontributor: Rafi’i – MKT PT UBS

Share