Bersuci (thaharah) merupakan salah satu syarat utama sahnya ibadah, terutama shalat. Namun, dalam kondisi tertentu seseorang bisa mengalami luka, patah tulang, atau cedera yang mengharuskannya menutup sebagian tubuh dengan perban, plester, atau gips. Lalu bagaimana cara bersuci — baik wudhu maupun mandi junub — ketika sebagian tubuh tertutup dan tidak bisa terkena air?
Syariat Islam yang sempurna dan penuh rahmat tidak memaksa di luar kemampuan. Dalam kondisi seperti ini, Islam memberikan kemudahan melalui ketentuan yang disebut jabīrah, yaitu tata cara bersuci bagi orang yang memiliki bagian tubuh tertutup luka.
—
🌿 Prinsip Umum dalam Bersuci dengan Perban
Hukum asal bersuci adalah menggunakan air. Namun, jika penggunaan air berpotensi menimbulkan bahaya, memperparah luka, atau memperlambat penyembuhan, maka syariat memperbolehkan tayammum sebagai pengganti. Allah Ta‘ala berfirman:
“Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan… lalu kamu tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (suci).”
(QS. Al-Māidah: 6)
Ayat ini menunjukkan bahwa sakit yang membuat seseorang tidak bisa menggunakan air termasuk alasan syar‘i untuk tayammum. Maka, orang yang memakai perban tetap wajib bersuci sesuai kemampuannya.
—
💧 Tata Cara Wudhu bagi Orang yang Menggunakan Perban
Berikut langkah-langkah yang diajarkan dalam fiqih:
1. Berwudhu sampai bagian yang tertutup luka.
Basuh semua anggota wudhu yang sehat dan tidak tertutup dengan perban sebagaimana wudhu biasa.
2. Bertayammum sebagai pengganti bagian yang tertutup.
Tayammum dilakukan karena bagian tersebut tidak bisa terkena air. Niatkan tayammum untuk mengganti wudhu pada bagian yang terhalang.
3. Usap bagian luar perban dengan air.
Jika memungkinkan dan tidak membahayakan, cukup usap bagian luar perban dengan tangan yang telah dibasahi air. Ini sebagai bentuk “pengganti simbolik” dari basuhan pada bagian luka.
4. Sempurnakan wudhu seperti biasa.
Setelah tayammum dan mengusap perban, lanjutkan wudhu hingga selesai.
Dalam kitab Matan Zubad karya Syekh Ahmad bin Ruslan, dijelaskan:
يَمْسَحُ ذُو جَبِيرَةٍ بِالْمَاءِ مَعَ تَيَمَّمَ وَلَمْ يُعِدْهُ إِنْ وُضِعَ عَلَى طَهَارَةٍ
“Orang yang memakai jabīrah (balutan luka) cukup mengusap bagian yang tertutup dengan air disertai tayammum, dan tidak perlu mengulangnya bila balutan itu dipasang dalam keadaan suci.”
Artinya, jika perban dipasang saat seseorang sudah berwudhu, maka cukup diusap tanpa tayammum. Namun, jika dipasang saat belum berwudhu, maka wajib tayammum karena ada bagian yang tidak bisa terkena air.
—
🛁 Tata Cara Mandi Junub bagi Orang yang Menggunakan Perban
Untuk mandi junub, prinsipnya sama dengan wudhu, yaitu menggabungkan antara mandi dan tayammum:
1. Niat mandi junub untuk menghilangkan hadas besar.
2. Basuh seluruh tubuh yang sehat dengan air, dimulai dari bagian kanan, kemudian kiri.
3. Usap bagian luar perban dengan air, jika memungkinkan.
4. Lakukan tayammum untuk menggantikan bagian tubuh yang tidak bisa terkena air.
Seseorang boleh mendahulukan mandi atau tayammum, tetapi lebih utama memulai dengan tayammum terlebih dahulu, agar mandi bisa menghilangkan sisa debu tayammum dan menyempurnakan kesucian.
—
⚖ Hikmah dan Kemudahan Syariat
Ketentuan jabīrah menunjukkan betapa Islam memudahkan urusan hamba-hamba-Nya. Allah tidak menginginkan kesulitan, tetapi menghendaki kemudahan dalam ibadah. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya agama ini mudah. Tidaklah seseorang mempersulit diri dalam agama melainkan ia akan dikalahkan olehnya.”
(HR. al-Bukhari)
Dengan demikian, seseorang yang mengalami luka atau memakai perban:
Tetap wajib bersuci sesuai kemampuannya,
Tidak perlu melepas perban bila berisiko menambah sakit,
Boleh mengganti bagian yang tertutup dengan tayammum,
Dan sah wudhunya selama mengikuti tata cara di atas.
—
🌸 Kesimpulan
Islam tidak memaksa seseorang melampaui batas kemampuannya. Dalam kondisi luka atau sakit, bersuci tetap wajib namun disesuaikan dengan kemampuan dan tanpa menimbulkan bahaya.
Bagi yang memakai perban, cukup mengusap bagian yang tertutup dan melakukan tayammum sebagai pengganti. Demikian pula dalam mandi junub — cukup tayammum untuk bagian yang tidak bisa dibasuh, lalu mandi seperti biasa.
“Dan Allah tidak menjadikan bagi kalian kesulitan dalam agama.”
(QS. Al-Hajj: 78)
Wallāhu a‘lam bish-shawāb.
Kontributor: Ustadz Opik Taopikoruhman – Area Spiritual




